Wednesday, 1 January 2014

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5 tahun.
Skema hematolimfogenesis

Etiologi
Sampai saat ini LLA belum diketahui penyebabnya, alias idiopatik. Akan tetapi para peneliti telah mengemukakan beberapa teori kemungkinan penyebab LLA ini. Ada dua teori, yaitu genetik dan lingkungan.
  1. Genetik, seperti pada penderita Sindrom Down dan Wiskott Aldrich yang juga mengalami leukemia.
  2. Lingkungan, yakni ada beberapa hal yang mendasari teori ini, diantaranya: (1) radiasi ionik, seperti pasca pemboman Hiroshima-Nagasaki di Jepang, insiden leukemia meningkat tajam; (2) bahan kimia, seperti senyawa benzena; (3) kebiasaan merokok; (4) obat-obat kemoterapi; (5) infeksi virus semisal virus EBV; dan lain-lain.
Patogenesis dan Patofisiologi
Pada pasien LLA terjadi proliferasi patologis sel-sel limfoid muda di sumsum tulang. Ia akan mendesak sistem hemopoietik normal lainnya, seperti eritropoietik, trombopoietik dan granulopoietik, sehingga sumsum tulang didominasi sel blast dan sel-sel leukemia hingga mereka menyebar (berinfiltrasi) sampai ke darah tepi dan organ tubuh lainnya.
Kelainan sitogenetik yang sering ditemukan, teruatama pada pasien dewasa adalah: t(9;22)/ translokasi kromosom 9 dan 22/ fusi gen BCR-ABL/ kromosom philadelphia (CML); atau t(4;11)/ translokasi kromosom 4 dan 11/ ALL1-AF4. Jika terjadi translokasi semacam ini maka ia akan mengaktifkan jalur proliferasi dan pertumbuhan sel secara abnormal sehingga terjadi leukemia. Kelainan yang lain bisa pada karyotipe hipdiploid dan t(10;14), atau karena hilangnya atau inaktivnya gen supresor tumor seperti p16 dan p15, Rb dan p53.
Klasifikasi
Berdasarkan sistem French-American-British (FAB), LLA dibagi menjadi 3 tipe:
  1. L1, ditandai dengan sel blast yang berukuran kecil, homogen (relatif sama besar), dengan sitoplasma sel yang sedikit dan nukleoli (anak inti) yang samar/ tidak jelas. L1 ini adalah LLA yang paling banyak terjadi dibanding jenis LLA lainnya, dan pada umumnya terjadi pada anak-anak.
  2. L2, ditandai dengan sel blast yang berukuran lebih besar, heterogen (tidak seragam), nukleolinya terlihat jelas dan rasio inti-sitoplasmanya rendah. Biasanya LLA tipe ini terjadi pada orang dewasa.
  3. L3, ditandai dengan sel blast yang besar, sitoplasmanya bervakuol, dan terlihat pekat (basofilik). Prognosisnya buruk akan tetapi insidennya sedikit
Gambaran Klinis
Pada pasien LLA akan terlihat tanda-tanda anemia seperti pucat, lelah, lesu, kemudian anoreksia, osteoartritis akibat infiltrasi sel leukemi ke sumsum tulang, demam, infeksi akibat penurunan daya tahan tubuh akibat aktifitas sel limfosit yang tidak normal, perdarahan kulit, gusi, hematuria, perdarahan saluran cerna, hingga perdarahan otak. Selain itu ditemukan juga hepatomegali, splenomegali, limfadenopati, dan massa di mediastinum.
Seorang anak dengan LLA
Diagnosis dan Diagnosis Banding
Untuk menegakkan diagnosis LLA, tetap dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab yang meliputi: Hitung darah lengkap, sediaan apus darah tepi, kadar fibrinogen, kimia darah, golongan darah dan HLA (human leukocyte antigen). Bisa juga dilakukan pemeriksaan foto toraks, punksi lumbal dan aspirasi serta biopsi sumsum tulang untuk diagnosis pastinya.
Sementara untuk diagnosis banding, LLA perlu dibedakan dengan limfositosis murni, limfadenopati, hepatosplenomegali akibat infeksi, dan anemia aplastik.
Gambaran Laboratorium
Untuk hitung darah lengkap dan apusan darah tepi, biasanya ditemukan kadar leukosit meningkat drastis, tetapi bisa juga normal dan bahkan menurun. Hb dan trombosit turun hingga dibawah normal, dan terdapat sel blast di darah tepi yang bervariasi, mulai dari 0-100%.
Penampakan llimfoblast pada apusan darah tepi

Untuk aspirasi dan biopsi sumsum tulang, ditemukan gambaran hiperseluler dengan peningkatan limfoblas. Hasil pemeriksaan sitokimia akan negatif pada pewarnaan Sudan Black dan Mieloperoksidase (senyawa yang digunakan untuk mewarnai granul, agar dapat dibedakan antara sel limfoblas dan mieloblas yang strukturnya hampir mirip, akan tetapi sel limfoblas tidak bergranul sehingga hasilnya negatif). Untuk membedakan apakah keganasannya terdapat pada sel B atau sel T, bisa dilakukan pemeriksaan dengan senyawa fosfatase asam (positif pada sel T ganas), atau Periodic Acid Schiff (PAS) (Positif pada sel B ganas). Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan imunofenotip dan sitogenetik untuk membedakan apakah keganasannya terjadi di sel T atau sel B.
Terapi
Untuk penatalaksanaannya, terlebih dahulu perlu diperhatikan beberapa kondisi sebagai berikut:
  • kondisi metabolik, perlu diperhatikan juga pada pasien LLA ini apabila terjadi hiperurisemia, hiperfosfatemia atau hipokalsemia sekunder yang sebelumnya harus diterapi dulu dengan hidrasi intravena, alkalinisasi urin atau pemberian alupurionol untuk mencegah akumulasi asam urat.
  • infeksi, akibat imunosupresi. Perlu diberi pencegahan terhadap agen infeksi berbahaya seperti virus herpes, pneumoni, dsb.
  • kondisi hematologik, dimana terjadi anemia dan trombositopenia. Perlu juga diberi tranfusi jika kondisinya memang sangat buruk, kecuali pada pasien yang hiperleukositosis (leukosit > 100.000/mm3) karena bisa meningkatkan viskositas darah secara mendadak dan mempresipitasi leukostasis.
Terapi utama untuk LLA ada 4:
  1. Terapi induksi remisi. Gunanya untuk mengeliminasi/ eradikasi sel-sel leukemia yang bisa dideteksi secara morfologi di dalam darah dan sumsum tulang, kemudian agar hematopoiesis kembali normal. Bisa digunakan obat seperti prednison, vinkristin, daunorubisin dan lain-lain.
  2. Terapi konsolidasi atau intensifikasi. Gunanya untuk benar-benar melibas habis sel-sel leukemia yang tersisa setelah pemberian terapi induksi, agar tidak terjadi relaps.
  3. Profilaksis sistem saraf pusat, untuk mencegah relaps.
  4. Maintenance/ pemeliharan jangka panjang. Bisa dengan preparat 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat setiap minggu selama 2-3 tahun.
Keempat terapi utama di atas menggunakan obat-obat yang bisa disesuaikan dengan protokol yang digunakan. Ada beberapa protokol pengobatan yang tersedia, seperti Protokol OPAL, Hyper-CVAD, LALA 87, CALGB, dan lain-lain.


Terapi lain yang bisa diberikan adalah terapi suportif, seperti anti infeksi, pemberian nutrisi yang cukup, dukungan psikologi, dan pemantauan kondisi komponen darah secara rutin. Kemudian ada juga terapi sitostatik seperti radiasi tapi sekarang tidak digunakan lagi. Cara lain adalah dengan transplantasi sumsum tulang pada pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk relaps, misalkan pasien dengan kromosom Philadelphia, perubahan susunan gen MLL (salah satu jenis gen yang terlibat dalam pemeliharaan epigenetik memori transkripsi) hiperleukositosis, dan gagal mencapai remisi komplit dalam waktu 4 minggu.
Prognosis
Prognosis LLA untuk pasien dewasa biasanya lebih buruk dari yang berusia lebih muda. Untuk yang berusia 15-20 tahun prognosisnya baik dan bisa sembuh dengan kemoterapi jika disertai faktor prognostik yang baik. Tapi pada pasien LLA dewasa sebenarnya juga tergantung dari intensifnya terapi yang diberikan, seperti transplantasi sumsum tulang. Untuk usia > 60 tahun prognosisnya agak buruk, karena survival ratenya biasanya hanya 10% setelah remisi komplit.
Untuk faktor prognostiknya (dari buku IPD) adalah sebagai berikut:
  1. Usia >30 tahun –> buruk.
  2. Jumlah leukosit  >30.000/mm3 –> buruk
  3. Immunofenotip:
·         T-cell ALL –> baik;
·         Mature B-cell ALL, early T-cell ALL –> buruk
  1. Sitogenetik:
·         Kelainan 12 p; t(10;14)(a24;q11) –> baik
·         normal; hiperdiploid –> sedang
·         t(9;22), t(4;11), t(1;19), hipodiploid, -7, +8 –> buruk
  1. Respon terapi
·         remisi komplit dalam 4 minggu –> baik
·         minimal residual disease persisten –> buruk
Wallahu’alam..
Referensi:
§  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV catatan kuliah
§  wikipedia.org


No comments:

Post a Comment